toko
HALLO TEMAN-TEMAN SEMUA, SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA BIARPUN MASIH ACAK-ACAKAN DAN SEDERHANA BANGET MUDAH-MUDAHAN DAPAT MEMBERIKAN MANFAAT, SEMOGA BLOG INI TERUS BERKEMBANG .DUKUNG SAYA YAA..

Latest Post

Pancasila Sebagai Sistem Etika

Written By ca-poenk.blogspot.com on Wednesday, November 4, 2020 | 6:08:00 AM

 


1.1              Latar Belakang
Etika adalah hal yang sangat diperlukan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena dengan memiliki etika maka kita mampu menjalankan kehidupan bernegara dengan lancar.
Indonesia adalah negara yang berlandaskan Pancasila. Pancasila merupakan dasar dari negara Indonesia. Karena Pancasila adalah dasar dari Negara Indonesia, maka setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh warga Indonesia harus berpedoman dengan nilai-nilai Pancasila. Setiap butir Pancasila mengandung pedoman-pedoman yang dapat dijadikan landasan oleh warga negara Indonesia untuk bertindak. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia juga harus didasari dengan nilai moral.
Pancasila sebagai sistem etika merupakan jalan hidup bangsa indonesia dan juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.


2.1  Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika
1.      Pengertian Etika
Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, Ethos yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas adalah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk. Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika.
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggungjawab dengan berbagai ajaran moral. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a.  Etika Umum, mempertanyakan prisip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
b.      Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubuhngannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika indivial) maupun makhluk sosial (etika sosial).
     Etika selalu terkait dengan masalah nilai, sehingga perbincangan tentang etika pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Kondisi menerangkan bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak real, karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai membutuhkan pengemban untuk berada. Misalnya, nilai kejujuran melekat pada sikap dan kepribadian seseorang. Istilah nilai mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan bahwa paling tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan secara umum, yaitu :
a.       Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
b.   Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna, atau pemenuhan karakter untuk kehidupan seseorang.
c.  Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
d.    Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik diantara berbagai kemungkinan tindakan.
e.       Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah laku bagi dirinya dan orang lain.
f.  Suatu “objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek nilai mencakup karya sei, teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri.
Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima, yaitu sebagai standra fundamental yang menjadi pegangan bagi seeseorang dalam bertindak, merupakan kriteria yang penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai sebagai standar fundamental ini pula yang diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain sehingga perbuatannya dapat dikategorikan etis atau tidak.
Namun dalam bahasa, pergaulan orang sering kali mencampuradukkan istilah etika dan etiket, padahal keduanya mengandung perbedaan makna yang hakiki. Etika berarti moral, sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan santu, adat istiadat. Jika dilihat dari asal usul katanya, etika berasal dari kata “ethos”, sedangkan etiket berasal dari kata “atiquette”. Keduanya memang mengatur perilaku manusia secara normative, tetapi etika lebih mengacu ke filsafat moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan buruk. Sedangkan etiket mengacu kepada cara yang tepat yang diharapkan, serta ditentukan dalam suatu komunitas tertntu. Contoh, mencuri merupakan pelanggaran moral, tidak penting apakah dia mencuri dengan tangan lanan atau tangan kiri. Etiket, misalnya terkait dengan tata cara berperilaku dalam pergaulan, seperti makan dengan tangan kanan dianggap lebih sopan atau beretiket.
2.      Aliran-Aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi :
a.         Etika Keutamaan (Etika Kebajikan)
Etika keutamaan adalah teori  yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabt, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleransi.
b.        Etika Teleologis
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secra moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan. Aliran-aliran etika teleologis, meliputi eudaemosisme, hedonisme, utilitarianisme.
c.         Etika Deontologis
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.

3.      Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filasat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia di Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia menjadi manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi berupa sikap mengghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain. Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan.
Meskipun corak deontologist dan teleologis termuat pula didalmnya, namun erika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu :
a.         Kebijaksanaan, artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal-rasa-kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dalam memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religious.
b.        Kesederhanaan, artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan.
c.         Keteguhan, artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal menghindari penderitaan.
d.        Keadilan, artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dn manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya.

4.      Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian, nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyatan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak bai, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan uunsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan disamping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik, dan nilai religi.
5.      Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu masyarakat terhadap suatu objek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah material. Max Scheley menyatakan bahwa nilai-nilai yang tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu :
a.         Nilai kenikmatan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita, atau tidak enak.
b.        Nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan, yakni jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum.
c.         Nilai kejiwaan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan, dan pengetahuan murni.
d.        Nilai kerohanian, yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :
a.         Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagis jasmani manusia.
b.        Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mangadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
c.      Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam empa tingkatan sebagai berikut :
1. Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
2. Nilai keindahan atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
3. Nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
4.  Nilai religius, yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.

Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati, dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
6.      Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang  pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,bangsa, dan negara.

7.      Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hububngan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya). Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu keasadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Hubungan nilai, norma, dan moral yaitu, keterkaitan nilai, norma, dan moral merupakan suatu kenyatan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguana menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

2.2    Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa Indonesia yaitu sebagai berikut :
1.  Banyaknya kasus korupsi yang melanda Negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.  Masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantahkan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
3.      Masih terjadinya pelanggaran HAM dalam kehidupan bernegara.
4.   Kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat Indonesia.
5.      Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia.
6.      Banyaknya orang kaya yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar.
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.    Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika.
Berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan isnpirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara.
2.   Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance (bimbingan) bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
3.    Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara, sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasila.
4.   Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang mempengaruhi pemikiran warga negara.
Dari semua hal-hal penting diatas, memperlihatkan penting dan mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika, karena dapat menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena Pancasila berisikan nilai-nilai moral yang hidup.

2.3     Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika
1.      Dinamika Pancasila Sebagai Sistem Etika
Dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Zaman orde Lama
Pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi dimenangkan oleh empat partai politik. Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman orde lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak orde baru. Bahwa pemilihan umum pada zaman orde lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
b.      Zaman Orde Baru
Sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman orde baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan orde baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerja sama dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang.
c.       Era Reformasi
Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
2.      Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika
Hal-hal berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem etika :
a.    Zaman Orde Lama
Tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem etika pada zaman orde lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan, sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.
b.    Zaman Orde Baru
Tantangan terhadap Pancasila sebagai sitem etika pada zaman orde baru terkait dengan masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena korupsi, kolusi, dan nepotisme hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.
c.    Era Reformasi
Tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem etika pada era reformasi berupa eforia kebebasan, berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi.


PENUTUP

Pancasila sangat diperlukan sebagai sistem etika untuk memberikan pedoman dan arahan agar setiap tindakan yang dilakukan oleh mayarakat Indonesia berpedoman pada sikap moral yang berlandaskan Pancasila. Setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebagai cerminan dari pelaksanaan Pancasila sebagai sistem etika dapat diamalkan dengan melaksanakan setiap pengalaman di setiap butir Pancasila. Sebagai contoh, seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dalam melaksanakan kehidupan, tentunya kita akan mengalami banyak tantangan. Tantangan yang dibuat untuk dimenangkan, begitu pula tantangan Pancasila sebagai sistem etika. Jika kita sudah menerapkan etika di setiap butir Pancasila, maka tantangan Pancasila sebagai sistem etika dapat terselesaikan.

BUTIR-BUTIR PANCASILA

Written By ca-poenk.blogspot.com on Tuesday, October 27, 2020 | 3:53:00 AM

 

1.         Ketuhanan Yang Maha Esa


  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

 

 

2.         Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  • Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3.         Persatuan Indonesia

  • Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  • Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  • Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  • Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4.  Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

  • Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  • Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  • Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  • Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  • Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

 

5.   Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

  • Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan  kegotongroyongan.
  • Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
  • Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  • Suka bekerja keras.
  • Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  • Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Written By ca-poenk.blogspot.com on Monday, January 22, 2018 | 8:10:00 PM

Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut oleh penduduk di berbgai wilayah nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar abad ke empat, bersamaan dengan mulai berkembangnya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina. Sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, diperkirakan penduduk Indonesia menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.
Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai berikut :
  • Teori ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)
  • Teori waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)
  • Teori brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)
  • Teori campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun waisya)
Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Budha. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain:
A.   Kerajaan Kutai
Prasasti Yupa (Sumber:http:wikipwdia.org)
Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga ia belum menganut agama Hindu.
Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa “Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
B. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak, Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut adalah sebagai berikut :
Prasasti Tugu
1.   Prasasti Kebon Kopi,
2.   Prasasti Tugu,
3.   Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4.   Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.   Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.   Prasasti Jambu, Bogor
7.   Prasasti Pasir Awi, Bogor.
C.   Kerajaan  Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut :
  • Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
  • Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1.  Prasasti Kedukan Bukit
2.  Prasasti Talang Tuwo
3.  Prasasti Kota Kapur
4.  Prasasti Telaga Batu
5.  Prasasti Karang Birahi
6.  Prasasti Ligor
Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.
Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
  • Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
  • Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
  • Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
  • Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
  • Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
D.   Kerajaan Mataram ( Hindu-Budha )
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu)  yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca Majusri ( candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa  berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah :
  1. Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
  2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
  3. Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929)
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok ke Jawa Timur.
Kepindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur
Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan Raja Wawa memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti Calcuta.
Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 – 992 M melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan. Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan. Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan, di lereng gunung Penanggungan.
E.   Kerajaan Kediri/Kadiri
Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di bagi dua atas bantuan Pu Barada yaitu Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri)
Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang dapat diketahui dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri yang menunjukkan aktifitas politiknya. Raja pertama yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya (±1130 – 1160), 1135), Sarweswara (±1160 – 1170), Aryyeswara (±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 – 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).
F.   Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati)  di Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri dari Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian  naik tahta sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati hasil pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh
Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian terbunuh oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kadiri berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
G.  Kerajaan Majapahit
Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak kembali kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus melarikan diri ke desa Bedander yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya, Madakaripura, di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek, Kediri.  Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak laki-laki dari selir yang  bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
pasang
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Share Infotech - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger